OTONOMI DAERAH
Pelaksanaan otonomi daerah
kini memasuki tahapan baru setelah direvisinya UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
atau lazim disebut UU Otonomi Daerah (Otda).
Perubahan yang dilakukan di UU
No. 32 Tahun 2004 bisa dikatakan sangat mendasar dalam pelaksanaan pemerintahan
daerah. Secara garis besar, perubahan yang paling tampak adalah terjadinya
pergeseran-pergeseran kewenangan dari satu lembaga ke lembaga lain.
Konsep otonomi luas, nyata,
dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan
otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat. Tujuan
pemberian otonomi tetap seperti yang dirumuskan saat ini yaitu memberdayakan
daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat
dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
Pemerintah juga tidak lupa
untuk lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas
penyelenggaraan fungsi-fungsi seperti pelayanan, pengembangan dan perlindungan
terhadap masyarakat dalam ikatan NKRI. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan
seperti desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, diselenggarakan
secara proporsional sehingga saling menunjang.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004, digunakan
prinsip otonomi seluas-luasnya, di mana daerah diberi kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintah pusat yakni :
a.
Politik luar negeri
b.
Pertahanan dan keamanan
c.
Moneter atau fiskal
d.
Peradilan (yustisi)
e.
Agama.
Pemerintah pusat berwenang
membuat norma-norma, standar, prosedur, monitoring dan evaluasi, supervisi,
fasilitasi dan urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas nasional.
Pemerintah provinsi berwenang mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan
eksternal regional, dan kabupaten/kota berwenang mengatur dan mengurus
urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal.
Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD
1945 (Amandemen) disebutkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota,
yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah
yang diatur dengan UU. Tampak nuansa dan rasa adanya hierarki dalam kalimat
tersebut. Pemerintah Provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah
diakomodasi dalam bentuk urusan pemerintahan menyangkut pengaturan terhadap
regional yang menjadi wilayah tugasnya.
Urusan yang menjadi kewenangan
daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah
suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti
pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana
lingkungan dasar; sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait
erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
UU No. 32 Tahun 2004 mencoba
mengembalikan hubungan kerja eksekutif dan legislatif yang setara dan bersifat
kemitraan. Sebelum ini kewenangan DPRD sangat besar, baik ketika memilih kepala
daerah, maupun laporan pertanggungjawaban (LPJ) tahunan kepala daerah.
Kewenangan DPRD itu dalam penerapan di lapangan sulit dikontrol. Sedangkan
sekarang, kewenangan DPRD banyak yang dipangkas, misalnya aturan kepala daerah
dipilih langsung oleh rakyat, DPRD yang hanya memperoleh laporan keterangan
pertanggungjawaban, serta adanya mekanisme evaluasi gubernur terhadap rancangan
Perda APBD agar sesuai kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.
Pemerintahan Daerah adalah
pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga
pemerintahan daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja
yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Hubungan kemitraan bermakna bahwa
antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat
kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi
masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja
yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama
lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Kepala daerah dan wakil kepala
daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasangan calon kepala daerah dan
wakil kepala daerah dapat dicalonkan baik oleh partai politik atau gabungan
partai politik peserta Pemilu yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam
DPRD dan atau memperoleh dukungan suara dalam Pemilu Legislatif dalam jumlah
tertentu.
Melalui Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Komisi Pemilihan Umum
Daerah (KPUD) provinsi, kabupaten, dan kota diberikan kewenangan sebagai
penyelenggara pemilihan kepala daerah. Agar penyelengaraan pemilihan dapat
berlangsung dengan baik, maka DPRD membentuk panitia pengawas. Kewenangan KPUD
provinsi, kabupaten, dan kota dibatasi sampai dengan penetapan calon terpilih
dengan berita acara yang selanjutnya KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk
diproses pengusulannya kepada Pemerintah guna mendapatkan pengesahan.
Dalam UU No 32 Tahun2004
terlihat adanya semangat untuk melibatkan partisipasi publik. Di satu sisi, pelibatan
publik (masyarakat) dalam pemerintahan atau politik lokal mengalami peningkatan
luar biasa dengan diaturnya pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Dari
anatomi tersebut, jelaslah bahwa revisi yang dilakukan terhadap UU No. 22 Tahun
1999 dimaksudkan untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang selama ini
muncul dalam pelaksanaan otonomi daerah. Sekilas UU No. 32 tahun 2004 masih
menyisakan banyak kelemahan, tapi harus diakui pula banyak peluang dari UU
tersebut untuk menciptakan good governance
(pemerintahan yang baik).
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar