Suku di
Indonesia sangat beraneka ragam dari sabang hingga merauke, karena Indonesia
memiliki slogan yaitu “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya walaupun berbeda-beda
tetapi tetap satu jua. Saya disini akan menceritakan secara detail tentang
salah satu suku yang ada di Indonesia yaitu Suku Asmat. Karena dibalik cerita
suku Asmat terdapat keunikan dari suku tersebut.
Suku Asmat merupakan salah satu suku yang terdapat di Papua,
dan suku tersebut terkenal di dunia, karena apa yang pernah dipraktekkan dimasa
lalu yaitu sebagai suku yang suka memenggal kepala musuh dan juga karena
keunikan ide mereka serta keindahan desain yang mereka miliki dalam ukiran
kayu.
Sejarah terbentuknya suku Asmat yaitu pada tahun 1904 nama Asmat telah dikenal didunia. Tercatat pada tahun 1770 sebuah kapal yang dinahkodai James Cook mendarat di sebuh teluk di daerah Asmat. Tiba-tiba muncul puluhan perahu lesung panjang didayungi ratusan laki-laki berkulit gelap dengan wajah dan tubuh yang diolesi warna-warna merah, hitam, dan putih.
Mereka ini menyerang dan berhasil melukai serta membunuh beberapa anak buah James Cook. Berabad-abad
kemudian pada tepatnya tanggal 10 Oktober 1904, Kapal SS Flamingo mendarat di
suatu teluk di pesisir barat daya Irian jaya. Terulang peristiwa
yang dialami oleh James Cook dan anak buahnya pada saat dahulu.
Mereka didatangi oleh ratusan pendayung perahu lesung
panjang berkulit gelap tersebut. Namun, kali ini tidak terjadikontak berdarah.
Sebaliknya terjadi komunikasi yang menyenangkan di antara kedua pihak. Dengan menggunakan bahasa isyarat, mereka
berhasil melakukan pertukaran
barang. Kejadian ini yang membuka jalan adanya penyelidikan selanjutnya di
daerah Asmat. Sejak itu, orang mulai berdatangan ke daerah yang kemudian
dikenal dengan daerah Asmat itu.
Secara
geografis suku Asmat berada di dataran coklat lembek yang tertutup oleh jarring
laba-laba sungai. Dibagian utara terdapat kaki pegunungan Jayawijaya atau
kabupaten Puncak Jaya dan Nduga Jaya, bagian timur terdapat kabupaten Mappi dan
Merauke, dan bagian selatan terdapat Lautan Arafura, serta bagian barat
terdapat Kabupaten Mimika.
Masyarakat
suku Asmat tinggal didaerah pesisir pantai dengan jarak tempuh dari 100 km
hingga 300 km, tetapi suku Asmat juga ada yang tinggal didaerah pedalaman
dikelilingi oleh hutan heterogen yang berisi tanaman rotan, kayu (gaharu), dan
umbi-umbian dengan waktu tempuh selama 1 hari 2 malam untuk mencapai daerah
pemukiman satu dengan yang lainnya.
Secara umum
kondisi fisik masyarakat suku Asmat berdominan berkulit hitam dengan hidung
macung dan berambut hitam serta kelopak matanya bulat. Disamping itu suku Asmat
termasuk kedalam suku Polonesia.
Agama yang
dianut oleh suku Asmat yaitu Katholik dan Protestan, serta Animisme yakni suatu
ajaran dan praktek keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh orang mati atau
patung. Didalam ritual suku asmat menggunakan ulat sagu yang mereka anggap ulat
sagu tersebut merupakan bagian yang penting yang harus dilakukan.
Makanan
pokok suku Asmat yaitu sagu. Karena hampir semua masyarakat suku Asmat makan
sagu yang terbuat dari bulat-bulatan dan dibakar dalam api. Masyarakat Asmat memiliki
keunikan karena mereka mempunyai kegemaran yaitu memakan ulat sagu yang hidup
dibatang pohon sagu. Biasanya cara memakan ulat sagu tersebut dengan dibungkus
daun nipah, ditaburi sagu, dan dibakar dalam bara api, serta dilengkapi oleh
sayuran dan ikan.
Bahasa yang
digunakan oleh masyarakat suku Asmat termasuk dalam keluarga bahasa Papua yang
disebut Asmat-Kamoro. Bahasa lisan Asmat didokumentasikan dalam bentuk bahasa
tulisan oleh para misionaris
Suku Asmat
sangat terkenal dengan penghasil ukiran kayunya, karena sumber daya alam yang
terdapat disekitar daerah suku Asmat yaitu kayu, rotan, gaharu, kemiri, kulit
masohi, kulit lawang, damar dan kemenyan yang sangat berlimpah ruah. Selain itu
terdapat juga ikan, cucut, kepiting, udang, teripang, dan cumi-cumi, dan hewan
lainnya.
Tempat
tinggal masyarakat suku Asmat dibangun minimal dua meter di atas tanah,
menggunakan tiang-tiang kayu. Di beberapa daerah pedalaman, masyarakat Asmat
bahkan tinggal di rumah pohon, kadang-kadang setinggi 25 meter dari tanah.
Selain memiliki
keunikan yaitu memakan ulat sagu, masyarakat suku Asmat memiliki banyak kebiasaan
yang aneh dan mengerikan yaitu saat mereka membunuh musuhnya. Mereka masih
menggunakan cara-cara zaman prasejarah. Setelah dibunuh, mayat musuh tersebut
dibawa pulang ke kampung. Di kampung, mayat tersebut dipotong-potong, lalu
dibagi-bagi ke seluruh penduduk.
Para penduduk itu berkumpul dan memakan potongan mayat bersama-sama. Ketika memakan mayat itu bersama-sama, para penduduk menyanyikan lagu yang mereka sebut dengan lagu kematian. Tak cukup sampai di sana, mereka pun memenggal kepala si mayat. Otak mayat itu diambil, kemudian dibungkus dengan daun sagu. Setelah itu, otak tersebut dipanggang untuk dimakan bersama-sama. Betapa mengerikannya kalau dilihat langsung prosesnya.
Para penduduk itu berkumpul dan memakan potongan mayat bersama-sama. Ketika memakan mayat itu bersama-sama, para penduduk menyanyikan lagu yang mereka sebut dengan lagu kematian. Tak cukup sampai di sana, mereka pun memenggal kepala si mayat. Otak mayat itu diambil, kemudian dibungkus dengan daun sagu. Setelah itu, otak tersebut dipanggang untuk dimakan bersama-sama. Betapa mengerikannya kalau dilihat langsung prosesnya.
Dibalik
keunikan, kebiasaan aneh dan mengerikan dari masyarakat suku Asmat. Mereka sangat
pandai membuat ukiran kayu tanpa membuat sketsa terlebih dahulu. Ukiran-ukiran yang
mereka buat tersebut memiliki makna tersendiri yaitu persembahan dan ucapan terima
kasih kepada nenek moyang. Bagi suku Asmat, mengukir merupakan bukan pekerjaan
biasa tetapi mengukir adalah jalan bagi mereka untuk berhubungan dengan para
leluhur.
Masyarakat suku
Asmat meyakini bahwa mereka adalah keturunan dewa yang turun dari dunia gaib
yang berada di seberang laut di belakang ufuk, tempat matahari terbenam. Dalam
keyakinan masyarakat Asmat, dewa nenek-moyang itu dulu mendarat di bumi di
suatu tempat yang jauh di pegunungan, yang kemudian turun ke hilir hingga tiba
di tempat yang kini didiami oleh masyarakat Asmat hilir.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar